Penggunaan NIK, NPWP, dan berbagai kartu lainnya oleh masyarakat dalam melakukan registrasi untuk keperluan administrasi menimbulkan banyak keluhan hingga bermunculan saran masyarakat agar semua kartu dijadikan satu. Oleh karenanya pemerintah berencana untuk lakukan integrasi NIK dan NPWP.
Pemerintah hadirkan terobosan baru dengan menjadikan NIK sebagai NPWP. proses transisi akan berlangsung secara bertahap hingga akhir 2023 dan akan diimplementasikan secara penuh pada tanggal 01 januari 2024.
Implementasi ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (1a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Bagi WP Orang Pribadi, WP Badan, dan WP Instansi Pemerintah, secara resmi dimulai integrasi NIK sebagai NPWP.
Penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan inovasi yang memiliki banyak manfaat baik bagi masyarakat, bagi DJP dan penerimaan negara secara umum, maupun potensinya bagi DJKN dimasa mendatang.
Saat ini masyarakat memiliki banyak sekali nomor identitas, Ditjen Dukcapil Kemendagri memiliki Nomor Induk Kependudukan, DJP Kemenkeu memiliki NPWP, Ditjen Imigrasi Kemenkumham memiliki Nomor Paspor, Nomor SIM, Nomor Anggota BPJS, nomor rekening bank, nomor telepon, dan lain-lain. Jumlahnya bisa mencapai 40 nomor identitas.
Baca juga: Jaminan Harga Termurah ala Tiket.com
Mengingat banyaknya nomor identitas yang harus dimiliki masyarakat dalam berbagai keperluan administrasi, Integrasi NIK dan NPWP merupakan langkah awal yang baik, sehingga kedepan masyarakat tidak perlu membawa Kartu NPWP dan cukup membawa KTP saja.
Hal tersebut diharapkan dapat ditiru oleh instansi-instansi lain untuk melakukan integrasi sehingga tercipta Single Identification Number (SIN), tentu dengan diimplemntasikannya UU Perlindungan Data Pribadi sehingga masyarakat merasa aman.
Jika melihat manfaat bagi DJP dan Penerimaan Negara, PPATK memperkirakan jika shadow economy di Indonesia mencapai 8,3% sampai 10 % dari PDB, hal tersebut berpotensi dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang maupun Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Integrasi NIK menjadi NPWP diharapkan bisa membantu mengurangi shadow economy, apalagi jika dimasa mendatang bisa diterbitkan aturan pembatasan transaksi tunai, misalnya transaksi tunai maksimal 100 juta.
Berdasarkan data OECD tingkat tax ratio Indonesia saat ini adalah sebesar 10,1% dari PDB, masih dibawah rata-rata negara- negara di kawasan Asia Pasifik yaitu sebesar 19% dari PDB. Diharapkan setelan dengan integrasi penggunaan NIK menjadi NPWP dapat menambah penerimaan pajak sehingga dalam jangka menengah dan panjang diharapkan penerimaan pajak akan meningkat.
Potensi manfaat bagi DJKN, Implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP akan memiliki dampak luar biasa. Manfaat sederhana adalah tidak ada lagi batasan apakah seseorang terdaftar sebagai wajib pajak atau bukan. Anak baru lahir sudah punya NIK, sehingga meskipun suatu harta berharga didaftarkan oleh orang tuanya atas nama anak yang baru lahir tetap terdata oleh DJP. Apalagi DJP juga secara rutin juga menerima data dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP) sehingga secara teori seluruh data harta berharga di Indonesia akan terekam oleh DJP.
Dalam Forum Sanger Kemenkeu Satu yang diselenggarakan dan disiarkan melalui channel YouTube Kanwil DJKN Aceh, Kepala Kanwil DJP Aceh Imanul Hakim menyampaikan bahwa “suatu saat, jika ada barang berharga yang tidak dicantumkan dalam SPT berarti tidak jelas kepemilikannya.
Maka dapat saja dibuat aturan barang berharga yang tidak ada pemiliknya itu dikuasai oleh Negara, misalnya setahun disita oleh Negara dan kemudian menjadi BMN. Disinyalir banyak tanah yang tidak jelas kepemilikannya, dengan integrasi NIK-NPWP maka diharapkan dalam 2-3 tahun hal ini dapat dipetakan”. Hal itu menjadi potensi sinergi antara DJP dengan DJKN, yaitu perlakukan atas aset yang tidak didaftarkan dalam laporan SPT. Besarannya bisa saja senilai shadow economy yang berdasarkan data PPATK mencapai 8,3% sd 10% PDB.