Detikekonomi.com – PLTU Jawa 9 dan 10 adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap oleh konsorsium anak usaha PT PLN (Persero) yakni PT Indonesia Power (PT IP) dan PT Barito Pacific Tbk. Proyek ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
PLTU Jawa 9 dan 10 dibangun untuk memenuhi permintaan tenaga listrik Indonesia yang diperkirakan meningkat rata-rata 6,86% setiap tahun. Tidak hanya itu PLTU ini dahkan diklaim memiliki sumber pembangkit listrik yang efisien, andal, ekonomis, dan bersih.
Pengembang proyek Jawa 9 dan 10 ini adalah PT Indo Raya Tenaga. Proyek ini bertujuan untuk menjadi perusahaan pembangkit tenaga listrik terkemuka di Indonesia yang menyediakan pasokan listrik yang efisien. Selain itu juga bertanggung jawab terhadap lingkungan untuk industri, bisnis, dan perumahan di seluruh Jawa dan Bali.
“Proyek ini dimulai dari mimpi Pak Jokowi 35.000 MW dan pada waktu itu Indonesia harus swasembada energi. Selain itu ditargetkan sebagai solusi jangka Panjang untuk menggantikan pembangkit yang sudah tua dan tidak efisien lagi,” jelas Peter.
Secara mayoritas sejatinya PLTU Jawa 9 dan 10 dimiliki oleh PT PLN dan pembangunannya didanai oleh swasta. Lalu ada juga pinjaman dari international Project Financing tanpa membebani keuangan negara alias APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Baca juga: Ini Revisi Aturan Standar Emisi PLTU Ramah Lingkungan
“Proyek US$ 3,5 miliar ini adalah satu satu proyek yang terbesar di Indonesia. Bahkan satu-satunya mega proyek di Asia Pasifik yang mencapai Financial Close (FC) dalam masa Pandemi Covid-19. Usaha kami dihargai dan mendapat pengakuan dari dunia internasioal,” ujarnya.
Saat ini pembangunan proyek tersebut sudah mencapai 50%. Targetnya pada kuartal II tahun 2025 dapat komisioning, dan memperykuat sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali.
“Kerja keras kami dan tentunya berkat Ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, menjaga proyek ini sesuai jadwal,” terang peter.
PLTU Jawa 9 dan 10 menyerap tenaga lokal
Selain itu, lanjutnya, perusahaan juga memfokuskan pada pemberdayaan tenaga kerja lokal. Rencananya pembangunannya yakni mencapai 10.000 pekerja. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi di tengah kondisi Pandemi Covid-19.
“Kami juga peduli dengan masalah sosial dan lingkungan. Atas kepedulian itupun kami mendapat penghargaan dari institusi peduli lingkungan dan pengakuan dari pemerintah pusat dan daerah. Penghargaan tersebut didapat sebagai proyek yang patut dicontoh, karena menerapkam teknologi Super Ultra Critical pertama di Indonesia,” ungkap peter.
Ramah Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, PLTU Jawa 9 dan 10 menjadi role model pengembangan pembangkit yang ramah lingkungan. Menurutnya, Indo Raya Tenaga selaku pengembang pembangkit tersebut serius berkomitmen menciptakan PLTU yang ramah lingkungan.
Seperti yang diungkapkan mengungkapkan Peter bahwa, pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri KLHK nomor 15 tahun 2019, tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Ternal. Di mana dalam lampiran 1A mengharuskan emisi dibawah 550mg/Nm3 untuk Sox, 100mg/Nm3 untuk partikulat dan 550mg/Nm3 untuk NOx.
“Menggunakan teknologi Flue Gas Desulfurization untuk menurunkan emisi Sox hingga dibawah 350mg/Nm3. Lalu menggunakan Electric Static Percipitator untuk menurunkan emisi partikulat dibawah 30mg/Nm3 hingga mencapai 15mg/Nm3. Serta menambah teknologi Selective Catalytic Reduction untuk menurunkan emisi NOx dibawah 128mg/Nm3. Bahkan dapat mencapai 58mg/Nm3. Selain itu PLTU ini juga satu-satunya pembangkit yang memasang Emission Control System terlengkap di Indonesia,” tutup Peter .
Upaya PLTU Jawa 9 dan 10 dengan memperhatikan kelestarian lingkungan juga diakui dalam Indonesia Green Award (IGA) 2021. Pembangkit dinilai berinistiatif ramah lingkungan karena teknologi maju yang digunakan.
Wakil Menteri KLHK Alue Dohong mengatakan, keberadaan perusahaan seperti IRT memunculkan kesadaran para pengusaha untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dengan tujuan utama, mencegah kerusakan alam akibat emisi atau gas buang yang keluar dari PLTU atau pabrik.
Apalagi, menurut dia, saat ini masih banyak pengusaha yang abai akan hal tersebut. Alue pun mendorong para pengusaha untuk berani mengeluarkan terobosan baru, mencegah kerusakan lingkungan tersebut, seperti pengelola PLTU ini.
Baca juga: Prajogo Pangestu Beli 33% Saham Star Energy Rp 6,2 Triliun
“Dan itu bisa membuat branding usaha nya lebih bagus. Sebab, tidak hanya mengejar keuntungan saja. Tapi juga memperhatikan sosial juga,” tandasnya.
Bila tak ada perubahan dalam upaya bisnis lebih memperhatikan lingkungan, Alue khawatir, hal tersebut akan menyebabkan perubahan iklim secara drastis. Bahkan, bisa menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kekeringan, hingga peningkatan muka air laut.
Penyelenggara IGA kali ini memberikan penghargaan kepada IRT dengan kategori perusahaan yang Memelopori PLTU Nan Ramah Lingkungan dengan Teknologi Maju. Teknologi seperti Flue Gas Desulfurization (FGD), Electro Static Precipitator (ESP), Low Nox Burner, dan Selective Catalytic Reduction (SCR) pun dipakai untuk menekan emisi udara berupa SOx, partikulat, dan NOx.
Teknologi PLTU Jawa 9 dan 10
PLTU Jawa 9 dan 10 memasang teknologi Ultra Super Critical (USC). Diresmikan Presiden Joko Widodo melalui groundbreaking pada 2017 lalu, pembangkit ini menggunakan peralatan buatan Organization of Economic Co-operation and Development (OECD).
Penghargaan sebagai pelopor PLTU berteknologi maju yang ramah lingkungan terhadap disyukuri oleh manajemen IRT. Penghargaan ini juga diartikan sebagai wujud gambaran komitmen pemeliharaan lingkungan yang merupakan prinsip dasar berbisnis PLTU Jawa 9 dan 10.
“Kami satu-satunya di Indonesia yang pakai teknologi paling lengkap, termasuk SCR. Jerih payah komitmen kami itu bisa diakui paling tidak oleh pemerintah yakni KLHK,” tegas Peter Widjaya, Presiden Direktur Indo Raya Tenaga pada penganugerahan Indonesian Green Award 2021.
“Memang sudah cukup rendah, namun kami yakin akan bisa jauh di bawah itu apabila bahan bakar yang disuplai sesuai standar pabrikan,” tegas Peter yang didampingi Direksi IRT lainnya, Jinyoung Jeong dan Moch. Chairul.